Ratu Adil dan KRPK Beri Ultimatum: Ribuan Warga Blitar Siap Gelar Aksi Besar- Besaran Terkait Tambang Ilegal

Reporter : Sunyoto
Ratu Adil dan KRPK Beri Ultimatum: Ribuan Warga Blitar Siap Gelar Aksi Besar- Besaran Terkait Tambang Ilegal. (ist)

KABUPATEN BLITAR | B-news.id – Puluhan warga Kabupaten Blitar berkumpul di Pendopo Kanigoro pada Kamis (3/10) dalam sebuah audiensi dengan pejabat pemerintah Kabupaten Blitar untuk membahas dua isu yang mendesak: tambang ilegal dan program perhutanan sosial yang belum terselesaikan.

Audiensi ini dihadiri oleh berbagai organisasi seperti Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), Front Mahasiswa Revolusioner (FMR), Front Petani Penggarap Mataraman (FPPM), serta kelompok petani penggarap dari berbagai wilayah. 

Baca juga: Nasib Tragis Muhamad Ali Maksum, Tewas Terkena Peluru Nyasar Saat Berburu di Blitar

Ratu Adil, seorang figur yang disebut-sebut oleh warga sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, hadir bersama KRPK untuk memberikan dorongan agar pemerintah segera menindaklanjuti masalah yang telah lama terabaikan.

Ratu Adil dan para tokoh lainnya menekankan pentingnya kejelasan mengenai status tambang ilegal yang terus beroperasi tanpa pengawasan serta pemanfaatan lahan perhutanan sosial yang seharusnya sudah dapat digunakan oleh masyarakat.

Audiensi tersebut juga dihadiri oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Blitar, Ruli Wahyu, yang mewakili Plt Bupati Blitar. Kehadiran Ruli menjadi pengganti dari Plt Bupati Jumadi yang tengah bertugas di luar kota.

Selain Ruli, turut hadir pula pejabat dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur untuk mendengar dan merespon keluhan warga.

Isu Tambang dan Kerusakan Infrastruktur

Diskusi dimulai dengan paparan dari perwakilan FMR yang menyoroti potensi besar sektor tambang yang belum dikelola dengan baik. Mereka mengungkapkan bahwa hingga kini, pendapatan daerah dari tambang di Blitar masih sangat minim.

Hanya sekitar 1,5 miliar rupiah masuk ke kas daerah selama periode 2021-2024, sedangkan biaya perbaikan jalan yang rusak akibat aktivitas tambang di sepuluh kecamatan di Blitar Utara mencapai 160 miliar rupiah.

FMR juga menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat agar kegiatan pertambangan dapat berjalan dengan teratur tanpa merusak infrastruktur.

Lebih lanjut, Erdin Subchan dari KRPK menyampaikan kritik keras terhadap pemerintah Kabupaten Blitar yang dinilai lamban dalam menyiapkan payung hukum terkait operasional tambang.

Akibat tidak adanya regulasi yang jelas, tambang ilegal terus beroperasi tanpa pengawasan, dan potensi pemasukan dari sektor mineral dan batu bara (minerba) yang seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) terbuang sia-sia.

Menurut Erdin, tambang ilegal di Blitar dibiarkan tanpa kontrol yang memadai, dan hingga kini Pemkab Blitar belum juga menerbitkan peraturan daerah (perda) atau peraturan bupati (perbup) untuk mengatur operasional tambang di wilayahnya.

Erdin juga mengingatkan bahwa meskipun perizinan tambang merupakan kewenangan pemerintah pusat, pengelolaan tambang adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Karena itu, Pemkab Blitar seharusnya proaktif mencari solusi untuk mengelola tambang secara baik dan benar.

Sebagai perbandingan, ia menyebut Kabupaten Lumajang yang berhasil mengelola sektor tambang dengan baik sehingga mendatangkan pemasukan yang signifikan bagi daerahnya.

Baca juga: Pedagang Kios Pasar Srengat Keluhkan Sepinya Pembeli, Pemkab Blitar Dianggap Tidak Tanggap

Isu Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK)

Selain masalah tambang, isu perhutanan sosial juga menjadi sorotan dalam audiensi ini. Joko Prasetyo dari Front Petani Penggarap Mataraman (FPPM) menuding adanya manipulasi isu Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) oleh oknum pejabat Pemkab Blitar untuk kepentingan politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang.

Ia menegaskan bahwa keputusan terkait pengelolaan KHDPK sepenuhnya berada di tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bukan di tangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, ia mengingatkan pejabat Pemkab Blitar untuk tidak memanfaatkan isu ini sebagai alat politik.

Joko juga memberikan ultimatum tegas. Jika dalam satu bulan ke depan tidak ada tindakan nyata dari pemerintah terkait masalah tambang dan perhutanan sosial, ribuan warga Kabupaten Blitar siap menggelar aksi besar-besaran di Kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Blitar.

Menurut Joko, aksi tersebut adalah bentuk perlawanan masyarakat yang merasa hak-hak mereka diabaikan, terutama para petani yang menggarap lahan di kawasan perhutanan sosial.

Ia menambahkan bahwa aksi ini tidak terkait dengan kepentingan politik melainkan murni karena keprihatinan masyarakat yang ingin memperjuangkan hak mereka atas kesejahteraan.

Tanggapan Pemkab Blitar

Baca juga: Prestasi Gemilang Siswa Siswi SMAN1 Sutojayan, Bukti Nyata Predikat Sekolah Unggulan

Menanggapi berbagai keluhan dan tuntutan tersebut, Plt Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Blitar, Rully Wahyu Prasetyowanto, menyatakan bahwa pihaknya membutuhkan waktu untuk mengkaji lebih dalam terkait regulasi tambang.

Menurutnya, pembuatan perda atau perbup terkait tambang memerlukan proses yang panjang dan melibatkan kajian komprehensif. Meski demikian, Rully menegaskan bahwa Pemkab Blitar terus melakukan pendampingan terhadap izin-izin tambang, meskipun kewenangan penuh terkait perizinan berada di tangan pemerintah provinsi dan pusat.

Namun, tuntutan warga terkait KHDPK masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemkab Blitar. Dengan tekanan dari masyarakat yang terus meningkat, pemerintah harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum Pilkada berlangsung agar tidak menimbulkan spekulasi bahwa isu tersebut digunakan sebagai alat politik.

Potensi Aksi Besar-Besaran

Audiensi ini menutup pertemuan dengan ancaman nyata dari masyarakat. Jika dalam waktu dua minggu hingga satu bulan mendatang tidak ada kejelasan dan tindakan konkret dari Pemkab Blitar, maka ribuan warga yang tergabung dalam kelompok-kelompok masyarakat tersebut berencana untuk mengepung Pendopo Kanigoro dan Kantor Bupati Blitar sebagai bentuk protes.

Aksi ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi pemerintah daerah untuk lebih serius dalam menangani permasalahan tambang ilegal dan program perhutanan sosial yang selama ini terabaikan.

Dengan adanya audiensi ini, diharapkan pemerintah Kabupaten Blitar dapat segera mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi warga. Jika tidak, aksi massa besar-besaran akan menjadi ancaman nyata yang siap mengguncang Kabupaten Blitar. (tim)

Editor : Zainul Arifin

Daerah
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru