Fenomena Alam, Lintang Kemukus Muncul Kembali dan Bisa Dilihat Mata Telanjang 

Bintang berekor atau lintang kemukus tampak jelang subuh. (ist)
Bintang berekor atau lintang kemukus tampak jelang subuh. (ist)
b-news.id leaderboard

GRESIK | B-news id - Fenomena alam yang muncul dalam pekan terakhir ini, dan hanya pada waktu tertentu juga kemunculannya pada kurun waktu tertentu, bintang berekor, komet, lintang kemukus ( Jawa. red) selain bisa di rasakan, di lihat secara langsung dengan mata telanjang. 

Akhir September hingga pertengahan Oktober tahun1965, langit fajar Indonesia dengan jelas menyaksikan lintasan Komet Ikeya-Seki (C/1965 S1), yang disebut sebagai salah satu komet paling terang pada abad ini. Sastrawan Ahmad Tohari mengabadikan moment ini dalam salah satu novelnya yang terkenal "Lintang Kemukus Dini Hari" (terbit tahun1985).

Sekarang akhir September hingga 6 Oktober 2024 langit fajar Indonesia kembali dilintasi koment atau lintang kemukus, yakni Komet C/2023 A3 (Tsuchinshan-ATLAS).

Memang Komet C/2023 A3 (Tsuchinshan-ATLAS) tidak seterang Komet Ikeya-Seki (C/1965 S1), namun momentumnya sama persis, dan semua orang bisa menyaksikannya dengan mata telanjang ketika fajar hingga selepas subuh sampai sekitar pukul 4.30 atau maksimal 5.00 WIB.

Hanya saja untuk menyaksikan Komet C/2023 A3 (Tsuchinshan-ATLAS) sebaiknya dilakukan di lokasi yang minim polusi cahaya, bisa di gunung atau pantai yang jauh dari lampu pemukiman penduduk, muncul pada sisi langit timur, tepatnya +10° dari langit timur.

Arik Wartono pemerhati siklus alam sekaligus pelaku budaya Jawa yang adi luhung, mencermati fenomena alam berupa bintang berekor atau lintang kemukus ini dengan meng ingatkan kemunculan suatu bintang serta dampak dalam tatanan kehidupan di bumi. 

"Alam selalu bergerak mencari keseimbangan, tentu ada siklusnya. Begitu pula siklus kelahiran dan kematian serta segala hal yang menyertainya, semua memiliki penanda. Akan selalu ada yang datang dan pergi dalam dunia kosmik, makro dan mikro kosmos," jelas Arik. Senin (30/9). 

Pergerakan benda-benda langit tentu merupakan fenomena alam yang berjalan sesuai siklusnya: gerhana, kesejajaran antar planet, komet, nova, supernova, blackhole dll, telah dimaknai dan direspon dalam berbagai cara oleh peradaban umat manusia sepanjang sejarah evolusi.

Tentu sah-sah saja manusia modern-postmodern melihat semua ini sebagai hal yang biasa tanpa perlu dimaknai apapun selain estetika kosmik.

"Tahun 1965 saat Komet Ikeya-Seki (C/1965 S1) melintasi langit Asia, yang di Jawa disebut dengan istilah "lintang kemukus" pada akhir September sampai pertengahan Oktober 1965, semua generasi lampau kemudian tahu apa yang terjadi setelah penanda alam ini," terang Arik yang alumni IKIP Surabaya. 

Awal Oktober 2020 langit Bojonegoro-Tuban kembali dilintasi oleh bintang dengan ekor berwarna kemerahan, yang sebenarmya itu adalah bagian dari hujan meteor Draconid yang berlangsung dari 6 hingga 10 Oktober 2020. 

Saat itu para buzzer malah tertawa mengejek ketika penanda alam dimaknai dengan cara apapun di luar konteks fenomena alam biasa. Setelah itu semua orang tahu apa yang terjadi dengan wabah virus corona atau Covid-19, banyak orang yang kemudian kehilangan anggota keluarganya. (ali)

b-news.id skyscraper

Berita Lainnya

b-news.id skyscraper