BANGKALAN | B-news.id - Perundungan dan kekerasan menjadi isu krusial yang meresahkan di berbagai lingkungan, termasuk pada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren.
Perilaku ini tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga trauma emosional dan mental yang berkepanjangan bagi korbannya.
Dampak negatif perundungan dan kekerasan dapat menghambat perkembangan anak, mengganggu proses belajar mengajar, dan bahkan mendorong tindakan berbahaya serta mengancam masa depan mereka. Beberapa kasus yang terjadi di beberapa lembaga pendidikan jelas mengatakan demikian.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan sebagai upaya preventif, Madrasah Aliyah Unggulan PP. Asshomadiyah Bangkalan mengadakan Seminar Nasional Kependidikan dengan mengangkat tema: Mewujudkan Pendidikan Anti Perundungan dan Kekerasan: Pendidikan Pesantren Sebagai Model Utama.
Seminar diawali oleh sambutan Kepala Madrasah Aliyah Unggulan (MAU) Asshomadiyah, Gus Muhammad Al-Mubassyir., S.Hum., M.Pd., dan dilanjut sambutan sekaligus pembukaan secara simbolis oleh pengasuh PP. Asshomadiyah, Drs. KH. Abdullah Muadz Makky. Di dalam sambutannya, Kepala MAU Asshomadiyah, menjelaskan latar belakang diadakannya seminar nasional ini,
“fakta-fakta perundungan dan kekerasan seksual yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan termasuk pesantren telah sampai pada titik yang cukup memprihatinkan, dan harus ada langkah-langkah preventif yang harus menjadi perhatian bersama dari para stakeholder, penggerak, pendidik, pengasuh, maupun dari pihak pemegang kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah,” jelas Gus Mubas, sapaan akrab kepala MAU Asshomadiyah, Kamis, (9/5/2024).
Gus Muhammad Al- Mubassyir, S. Hum. M. Pd. (Ist)
Selain itu, Kiai Abdullah Muadz sebagai pengasuh PP. Asshomadiyah juga memberikan sambutannya, beliau menekankan bahwa seminar ini sebenarnya merupakan langkah awal bagi program-program berikutnya yang akan dilaksanakan oleh MAU Asshomadiyah sebagai bagian dalam upaya membentuk sistem pendidikan yang unggul, representatif, aman dan ramah mental, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Beliau juga berterimakasih kepada semua elemen yang turut hadir mengikuti rentetan seminar.
“Ini adalah langkah bersama untuk mewujudkan pendidikan yang baik, pendidikan yang memang betul-betul menjadi tumpuan masa depan bangsa Indonesia. Terimakasih kepada semua elemen yang turut berjuang di dalam jalan pendidikan,” pungkasnya.
Seminar dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pertama dengan dua narasumber, yaitu Muhammad Yakub, S.Pd.I., M.Pd., kepala Dinas Pendidikan Kab. Bangkalan, dan Drs. Akhmad Sururi, M.Pd., kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Bangkalan, serta dimoderatori oleh Dr. Agus Romdloni, S.H., M.H., dosen Universitas Trunojoyo, Bangkalan.
Materi pada sesi pertama ini mengupas tantangan, metode, strategi dan cara mewujudkan budaya sekolah yang aman, ramah anak, anti perundungan dan kekerasan, serta bagaimana langkah-langkah para stakeholder dan pemegang kebijakan dalam menghadapi isu ini.
Sedangkan pada sesi kedua seminar menghadirkan Prof. Dr. Najlatun Naqiyah, M.Pd., guru besar ilmu konseling, Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Dr. Shofiyullah Muzammil, M.Ag., dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan Prof. Dr. Zainal Abidin, M.E.I., guru besar IAIN Madura, Pamekasan, dan dimoderatori kepala MAU Asshomadiyah sendiri, yaitu Muhammad Al-Mubassyir., S.Hum., M.Pd.
Sesi kedua ini lebih fokus kepada pendidikan pada lembaga pondok pesantren sebagai model konsepsi utama bagi pendidikan anti perundungan dan kekerasan.
Dalam keterangan yang diberikan kepada media, kepala MAU Asshomadiyah berharap seminar ini bermanfaat bagi para peserta yang memang berasal dari kalangan pendidik dan penggerak pendidikan di Kabupaten Bangkalan.
“Harapannya, semoga seminar ini bermanfaat bagi para peserta dalam menjalankan program-program pendidikan pada lembaganya masing-masing. Semoga seminar ini menghasilkan padangan yang sama terhadap isu perundungan dan kekerasan dalam pendidikan sebagai sesuatu yang harus diperangi bersama oleh semua pihak terkait,” terangnya. (ach. suni )