Membuat Media Ajar Bermakna Kini Bisa Gunakan Artificial Intelligence, Tapi Perlu Empati

Anggayudha Ananda Rasa, pelatih Yayasan Guru Belajar, saat tanya jawab dengan peserta sesi belajar.(ist)
Anggayudha Ananda Rasa, pelatih Yayasan Guru Belajar, saat tanya jawab dengan peserta sesi belajar.(ist)
b-news.id leaderboard

SURABAYA | B-news.id - Anggayudha Ananda Rasa atau akrab dipanggil Aye, pelatih Yayasan Guru Belajar menekankan pentingnya empati pada murid saat guru merancang media ajar. Hal ini disampaikan, saat dirinya mengisi sesi belajar “Membuat Media Ajar dengan Design Thinking dan Artificial Intelligence” pada Rabu (4/9) secara daring.

Media ajar dibutuhkan saat murid kesulitan untuk memahami suatu materi. Oleh karenanya, menurut Aye, design thinking yang merupakan kerangka berpikir yang berpusat pada manusia akan memudahkan guru merancang media ajar.

“Yang mau kita carikan solusinya adalah manusia, adalah murid. Kita nggak ngomongin laboratorium bagus, sekolah bagus. Kita fokus ke humannya. Itu hal fundamental yang perlu kita pahami,” kata Aye.

Kerangka Design Thinking

Terdapat lima langkah dalam design thinking yang dibagi dalam dua fase. Fase pertama yakni empati, definisi masalah, dan uji coba, lalu fase kedua adalah ideasi dan purwarupa. Setelah uji coba dilakukan, guru boleh kembali lagi ke empati jika dirasa masalah yang sudah dirumuskan ternyata tidak sesuai.

“Misalnya nih, tantangan yang ingin diselesaikan adalah murid kesulitan menyelesaikan pecahan. Ternyata bukan karena dia tidak bisa pembagian tapi ada masalah di rumah, jadi dia stres. Definisi masalahnya bisa diubah setelah diuji coba, kembali lagi ke empati, terus seperti itu berputar di fase pertama,” jelas Aye di sesi belajar yang digelar Yayasan Guru Belajar bersama Bank BTPN ini.

Cara untuk Berempati ke Murid

Selama hampir satu jam, Aye membahas bagaimana guru bisa berempati. Dia menyebutkan, hal ini memang tahapan paling sulit padahal penting. Pasalnya, biasanya guru memiliki ego yang besar sebagai orang dewasa yang menghadapi anak-anak.

“Saya pernah mengajak ngobrol santri kelas 12. Ternyata mereka perkalian saja ada yang belum bisa. Jadi mereka tidur selama pelajaran saya itu ya bentuk kepasrahan mereka atau kekecewaan. Yang jelas saya jadi tahu nih permasalahannya di mana,” cerita Aye membuktikkan pentingnya memahami murid.

Baca Juga : Pelatihan Media Ajar: 3 Hal Penting Saat Merancang Prototipe

Anggayudha Ananda Rasa, pelatih Yayasan Guru Belajar, saat sedang mendalami kebutuhan dan ekspektasi belajar para peserta mengenai media ajar. (Ist) 

Dia menuntun peserta sesi mengerjakan kanvas empati untuk memudahkan melihat murid dari kacamata murid. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, (1) siapa murid yang perlu kita pahami, (2) apa yang biasanya mereka lakukan, (3) apa yang sehari-hari biasa mereka lihat, (4) apa yang mereka katakan, (5) apa yang mereka lakukan, (6) apa yang mereka dengar, (7) apa yang mereka pikir dan rasakan termasuk keresahan dan keinginannya.

Merancang Media Ajar dengan Bantuan Artificial Intelligence (AI)

Pekerjaan guru yang berat kini bisa mendapat bantuan dari AI, salah satunya saat butuh mendapat ide membuat media ajar. Rumus yang bisa digunakan adalah “KTP” yakni kepanjangan dari “konteks, tujuan, perintah”.

Baca Juga : Festival Kurikulum Merdeka: 22 Guru dan Relawan dari Amerika Serikat Berbagi Praktik Baik

Konteks adalah kondisi yang berkaitan dengan tujuan. Semakin detail konteks yang diberikan, maka semakin besar peluang AI akan memberikan jawaban seperti yang kita harapkan.

“Jadi kalau pakai kanvas rancangan pengajaran, itu ada kondisi murid, kebutuhan murid, tujuan pembelajaran, strategi pengajaran, dan media ajar pendukung. Nah kondisi murid sampai tujuan itu yang bisa kita masukkan ke AI. Sedangkan strategi dan media ajar kita jadikan perintah ke AI,” terang Aye.

“Kondisi dan kebutuhan murid kita dapatkan dari hasil yang kita gali dengan berempati tadi. Oleh karenanya, semakin kita berempati, maka media ajar yang disarankan AI akan semakin bisa relevan dengan kebutuhan murid,” pungkasnya. (ril/za) 

Yayasan Guru Belajar adalah lembaga philanthropic intermediary yang memberdayakan guru menjadi penggerak perubahan melalui kolaborasi beragam organisasi penggerak: keguruan, kepemimpinan, jaringan sekolah/madrasah. Yayasan Guru Belajar bergerak melalui Kampus Guru Cikal, Kampus Pemimpin Merdeka, dan Cerita Guru Belajar, serta berkolaborasi aktif dengan Teach First Indonesia. (*) 

b-news.id skyscraper

Berita Lainnya

b-news.id skyscraper